Sabtu, 06 Juni 2015

Bidikmisi Undercover



5 juni 2015, Jum’at
Tanpa sengaja hari ini berjumpa dengan seorang ukhty di musola KID,
Karena keterbatasan waktu masing-masing, selama ini kami sulit sekali berjumpa.
Perjumpaan yang tak direncanakan itu pun kami lanjutkan dengan lunch bareng.
“ukh, habis ni mau kemana?” tanyanya sambil bergerak menuju westafel cuci tangan.
“sampe jam 4 gak ada kemana-mana sih, kenapa ukh?” tanyaku ingin tahu.
“temenin ane beli kipas angin yuk” ajaknya lembut.
Tentu saja aku mengiyakan ajakannya.

30 menit mutar kesana-kemari, akhirnya kami mendapatkan kipas angin yang sesuai dengan keinginan dari segi kualitas dan kantong freshgraduate.
Maka akupun mengantarkan beliau menuju kosan yang baru saja ditempatinya 2 hari yang lalu.
“Assalamu’alaikum”
Ucapku kepada ahlul kamar.
.........
Dan seketika itu juga, aku berdecak lemas. Ingin terduduk lesu. Tanganpun tergerak ingin mengurut dada. namun, semua keinginan tadi aku buyarkan.
Aku tersenyum, pura-pura biasa aja.
Padahal dalam hati pengen nangis saat itu juga.
Ah, lebai fikirku.

Lalu sang ukhty pun bertanya padaku
“ukh, bagusnya ane taruh dimana kipas angin ini?” tanyanya ingin tahu pendapatku.
“Di situ” tanpa ragu aku menunjuk ke salah satu pojok.
Tak perlu fikir panjang, beliaupun langsung meletakkan kipas angin barunya sesuai dengan saranku, tentu saja dengan sedikit kerepotan memindahkan dulu beberapa barang ke tempat tidurnya.
“ukh beb, kenapa gak taruh di situ aja keranjang bukunya?”
“gak bisa beb, kalo disitu menghalangi adek ini lewat menuju ke tempat tidurnya” jelasnya sambil tersenyum kearah seorang adik yang wajahnya sedang berbasah wudhu.

Sambil memperhatikan ukhtyku itu mengaturletakkan beberapa barang, aku termenung sebentar. Meski pura-pura biasa aja, jujur aku masih lemas.
Kamar baru ukhty kesayanganku itu, 360 derjat beda total dari kamar beliau yang sebelumnya.
Kamar yang sekarang mungkin berukuran 3m x 2,5 m, kuperkirakan sama seperti ukuran kamarku dirumah.
Tapi,
Kamar itu dihuni oleh 4 orang. Dengan 4 ranjang susun, 2 disebelah kanan, 2 disebelah kiri.
Pengalamanku tidur diranjang tingkat ialah saat aku menjadi panitia ULDC2014 BEM Unsyiah di SPN Seulawah. Ranjang susun saat itu dilengkapi  dengan kasur springbed yang empuk.
Namun, pemandangan ranjang susun kali ini sama sekali berbeda.
Bentuknya sederhana, dengan bahan dasar besi, yang kelihatannya sudah mulai lapuk agak-agak berkarat. Panjangnya tidak sama seperti ranjang yang di SPN seulawah. Sehingga aku berimajinasi, jika saja aku memasukkan kasur spring bed ke ranjang itu, gak mungkin muat! Alias gak fix!
Maka benarlah, rerata penghuni kamar itu, menggunakan kasur palembang yang dilipat dua, agar fix dengan ukuran ranjang.

Bukankah ranjang adalah wilayah yang digunakan untuk tidur atau beristirahat?
Tapi berbeda dengan para penghuni kamar ini,
Di atas ranjang salah satu penghuni, tersusun buku-buku kuliahan disepanjang pinggirannya, tak ketinggalan meja kecil lipat dan ransel kampus di salah satu ujung ranjang, sedang di ujung yang lain ada bantal kecil yang ditutupi dengan sajadah dan mukena pertanda sang ahlul kamar adalah barisan orang-orang yang mendirikan shalat.
maka, tidur beralaskan kasur palembang bertemankan buku-buku dan beberapa barang lainnya, adalah tidur penuh kenikmatan yang dialami penghuni kamar setiap malamnya tanpa sedikitpun merasakan kesempitan.

“Adek mau shalat ya? Bentar ya dek, kakak hampir siap sikit lagi”
Pinta ukhtyku agar sang adik memberi pengertiannya dan bersabar sedikit lagi, sebelum dirinya kemudian bisa mendirikan shalat.

Ya Rabb, sungguh aku sudah tak tahan lagi.
Di kamar sebelumnya, aku dan ukhtyku itu sering melaksanakan shalat berjama’ah,
Tapi, kali ini, shalat berjama’ah adalah moment yang sama sekali tidak mungkin untuk dilakukan, meski imam hanya bermakmumkan 1 orang. 
No place.

Maka bagaimana keseharian sang adik dikamarnya tersebut?
Tentu saja untuk melakukan segalanya, dirinya harus memanjat terlebih dahulu menuju ranjang sempitnya yang berada di posisi atas. Belajar? Di situ. Jemuran yang baru diangkat? Diletakkan di situ. Melipat kain? Di situ. Membuka laptop dan membuat laporan atau tugas? Di situ.
Mengejar mimpi? Di situ. Merencanakan masa depan? Di situ.
Ya, di situ di ranjang sempit yang bahkan menjulurkan kakipun susah. Ya Rabb.

Bagaimana dengan shalat?
Tentu saja, para penghuninya harus bersabar menunggu selesai yang satu maka yang lain baru boleh mendirikan shalat. Karena lapak yang tersisa cukuplah untuk seorang saja bersujud. 
Berjama’ah? Adalah ketidakmungkinan yang percuma untuk disemogakan!

Seketika, kamarku dirumah, dengan segala kekufuran kukatakan sempit,  mendadak luas seluas tanah lapang! Total lapangnya. Luas rasanya.
Ahhhh...plooonggg. Kenapa kamarku mendadak luas gini rasanya ya Rabb?
Maka dimanakah letak kelapangan itu sebenarnya?
ah. iya. Di sini rupanya. Di dalam dada letaknya.
Di jiwa yang ikhlash, ada kelapangan yang gak mungkin diukur dengan meteran apapun!
Dihati yang sabar, bersemayam kelapangan yang tak mungkin bertemu kedua ujungnya, meski kau lelah berlari-lari mengelilinginya.
Itulah kelapangan yang sebenar-benarnya!

“dek, semester berapa?”
“semester dua kak”
“bidikmisi ya?”
“iya kak”
Sudah kuduga, benar saja, bagiku, cuma bidikmisi yang mentalnya bisa gini.
Barisan bidik misi, adalah shaf-shaf anti-mengeluh.
Jiwa mereka kokoh, visi mereka suci.
Mereka berbeda.

Terimakasih telah membuat kamar kakak hari ini menjadi begitu lapang.
Masyaallah,
bahkan, ketika sampai kerumah dan masuk ke kamarpun,
Kamar kakak benar-benar mendadak lapang dan begitu luas rasanya.
Terimakasih dik, terimakasih...

Bersemangatlah kalian belajar, masa depan yang manis sedang menunggu kalian.
teruslah menginspirasi mahasiswa-mahasiswa lainnya,
agar mereka juga bisa hidup sederhana, jauh dari kehedonisan materi dan dunia!

Sincere
Your Noonafillah, IrmaKharisma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 06 Juni 2015

Bidikmisi Undercover



5 juni 2015, Jum’at
Tanpa sengaja hari ini berjumpa dengan seorang ukhty di musola KID,
Karena keterbatasan waktu masing-masing, selama ini kami sulit sekali berjumpa.
Perjumpaan yang tak direncanakan itu pun kami lanjutkan dengan lunch bareng.
“ukh, habis ni mau kemana?” tanyanya sambil bergerak menuju westafel cuci tangan.
“sampe jam 4 gak ada kemana-mana sih, kenapa ukh?” tanyaku ingin tahu.
“temenin ane beli kipas angin yuk” ajaknya lembut.
Tentu saja aku mengiyakan ajakannya.

30 menit mutar kesana-kemari, akhirnya kami mendapatkan kipas angin yang sesuai dengan keinginan dari segi kualitas dan kantong freshgraduate.
Maka akupun mengantarkan beliau menuju kosan yang baru saja ditempatinya 2 hari yang lalu.
“Assalamu’alaikum”
Ucapku kepada ahlul kamar.
.........
Dan seketika itu juga, aku berdecak lemas. Ingin terduduk lesu. Tanganpun tergerak ingin mengurut dada. namun, semua keinginan tadi aku buyarkan.
Aku tersenyum, pura-pura biasa aja.
Padahal dalam hati pengen nangis saat itu juga.
Ah, lebai fikirku.

Lalu sang ukhty pun bertanya padaku
“ukh, bagusnya ane taruh dimana kipas angin ini?” tanyanya ingin tahu pendapatku.
“Di situ” tanpa ragu aku menunjuk ke salah satu pojok.
Tak perlu fikir panjang, beliaupun langsung meletakkan kipas angin barunya sesuai dengan saranku, tentu saja dengan sedikit kerepotan memindahkan dulu beberapa barang ke tempat tidurnya.
“ukh beb, kenapa gak taruh di situ aja keranjang bukunya?”
“gak bisa beb, kalo disitu menghalangi adek ini lewat menuju ke tempat tidurnya” jelasnya sambil tersenyum kearah seorang adik yang wajahnya sedang berbasah wudhu.

Sambil memperhatikan ukhtyku itu mengaturletakkan beberapa barang, aku termenung sebentar. Meski pura-pura biasa aja, jujur aku masih lemas.
Kamar baru ukhty kesayanganku itu, 360 derjat beda total dari kamar beliau yang sebelumnya.
Kamar yang sekarang mungkin berukuran 3m x 2,5 m, kuperkirakan sama seperti ukuran kamarku dirumah.
Tapi,
Kamar itu dihuni oleh 4 orang. Dengan 4 ranjang susun, 2 disebelah kanan, 2 disebelah kiri.
Pengalamanku tidur diranjang tingkat ialah saat aku menjadi panitia ULDC2014 BEM Unsyiah di SPN Seulawah. Ranjang susun saat itu dilengkapi  dengan kasur springbed yang empuk.
Namun, pemandangan ranjang susun kali ini sama sekali berbeda.
Bentuknya sederhana, dengan bahan dasar besi, yang kelihatannya sudah mulai lapuk agak-agak berkarat. Panjangnya tidak sama seperti ranjang yang di SPN seulawah. Sehingga aku berimajinasi, jika saja aku memasukkan kasur spring bed ke ranjang itu, gak mungkin muat! Alias gak fix!
Maka benarlah, rerata penghuni kamar itu, menggunakan kasur palembang yang dilipat dua, agar fix dengan ukuran ranjang.

Bukankah ranjang adalah wilayah yang digunakan untuk tidur atau beristirahat?
Tapi berbeda dengan para penghuni kamar ini,
Di atas ranjang salah satu penghuni, tersusun buku-buku kuliahan disepanjang pinggirannya, tak ketinggalan meja kecil lipat dan ransel kampus di salah satu ujung ranjang, sedang di ujung yang lain ada bantal kecil yang ditutupi dengan sajadah dan mukena pertanda sang ahlul kamar adalah barisan orang-orang yang mendirikan shalat.
maka, tidur beralaskan kasur palembang bertemankan buku-buku dan beberapa barang lainnya, adalah tidur penuh kenikmatan yang dialami penghuni kamar setiap malamnya tanpa sedikitpun merasakan kesempitan.

“Adek mau shalat ya? Bentar ya dek, kakak hampir siap sikit lagi”
Pinta ukhtyku agar sang adik memberi pengertiannya dan bersabar sedikit lagi, sebelum dirinya kemudian bisa mendirikan shalat.

Ya Rabb, sungguh aku sudah tak tahan lagi.
Di kamar sebelumnya, aku dan ukhtyku itu sering melaksanakan shalat berjama’ah,
Tapi, kali ini, shalat berjama’ah adalah moment yang sama sekali tidak mungkin untuk dilakukan, meski imam hanya bermakmumkan 1 orang. 
No place.

Maka bagaimana keseharian sang adik dikamarnya tersebut?
Tentu saja untuk melakukan segalanya, dirinya harus memanjat terlebih dahulu menuju ranjang sempitnya yang berada di posisi atas. Belajar? Di situ. Jemuran yang baru diangkat? Diletakkan di situ. Melipat kain? Di situ. Membuka laptop dan membuat laporan atau tugas? Di situ.
Mengejar mimpi? Di situ. Merencanakan masa depan? Di situ.
Ya, di situ di ranjang sempit yang bahkan menjulurkan kakipun susah. Ya Rabb.

Bagaimana dengan shalat?
Tentu saja, para penghuninya harus bersabar menunggu selesai yang satu maka yang lain baru boleh mendirikan shalat. Karena lapak yang tersisa cukuplah untuk seorang saja bersujud. 
Berjama’ah? Adalah ketidakmungkinan yang percuma untuk disemogakan!

Seketika, kamarku dirumah, dengan segala kekufuran kukatakan sempit,  mendadak luas seluas tanah lapang! Total lapangnya. Luas rasanya.
Ahhhh...plooonggg. Kenapa kamarku mendadak luas gini rasanya ya Rabb?
Maka dimanakah letak kelapangan itu sebenarnya?
ah. iya. Di sini rupanya. Di dalam dada letaknya.
Di jiwa yang ikhlash, ada kelapangan yang gak mungkin diukur dengan meteran apapun!
Dihati yang sabar, bersemayam kelapangan yang tak mungkin bertemu kedua ujungnya, meski kau lelah berlari-lari mengelilinginya.
Itulah kelapangan yang sebenar-benarnya!

“dek, semester berapa?”
“semester dua kak”
“bidikmisi ya?”
“iya kak”
Sudah kuduga, benar saja, bagiku, cuma bidikmisi yang mentalnya bisa gini.
Barisan bidik misi, adalah shaf-shaf anti-mengeluh.
Jiwa mereka kokoh, visi mereka suci.
Mereka berbeda.

Terimakasih telah membuat kamar kakak hari ini menjadi begitu lapang.
Masyaallah,
bahkan, ketika sampai kerumah dan masuk ke kamarpun,
Kamar kakak benar-benar mendadak lapang dan begitu luas rasanya.
Terimakasih dik, terimakasih...

Bersemangatlah kalian belajar, masa depan yang manis sedang menunggu kalian.
teruslah menginspirasi mahasiswa-mahasiswa lainnya,
agar mereka juga bisa hidup sederhana, jauh dari kehedonisan materi dan dunia!

Sincere
Your Noonafillah, IrmaKharisma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar